Selasa, 14 Januari 2014



Logo
Banyak hadist tentang anak yatim yang dapat kita jadikan sebagai tuntunan utuk meningkatkan ibadah kita sebagai seorang muslim. Sebagaimana telah dijelaskandalam Al-Qur’an dan hadist yang menganjurkan untuk senantiasa membantu anak yatim. Islam sangat mencintai orang-orang yang ikhlas dalam menyantuni anak-anak yatim. Anak yatim berarti anak-anak yang telah kehilangan salah satu orang tuanya, mereka hidup dalam keadaan yang kurang, maka bersedekah kepada mereka sangat diutamakan.
Rosululloh saw. bersabda, “Barangsiapa meletakkan tangannya di atas kepala anak yatim dengan penuh kasih sayang, maka untuk setiap helai rambut yang disentuhnya akan memperoleh satu pahala, dan barangsiapa berbuat baik terhadap anak yatim, dia akan bersamaku di Jannah seperti dua jari ini.” Ketika mensabdakan hadits ini Rosululloh saw. berisyarat dengan jari telunjuk dan jari tengahnya. Ini menerangkan kepada kita bahwa jika kita senantiasa menyayangi dan menolong anak yatim maka nantinya kita akan mendapatkan balasan berada dekat dengan Rasulullah SAW.
Selain itu masih banyak hadist tentang anak yatim yang bisa kita jadikan pedoman untuk membantu kehidupan mereka. Persoalan anak yatim adalah persoalan yang sangat besar dan setiap orang bertanggungjawab untuk ‘menjaga’ mereka, harta mereka dengan hati-hati dan menyampaikan faidah dari harta anak yatim itu kepada mereka dan menjauhkan diri agar tidak memakan harta anak yatim.
Beberapa hadist tentang anak yatim serta penjelasannya
1. Rosululloh saw. bersabda, “Aku dan penjaga anak yatim akan berada di dalam Jannah yang berdekatan seperti dekatnya jari tengah dan jari telunjuk.”
Rosululloh saw. mengisyaratkan bahwa jari tengah lebih tinggi dari jari telunjuk, ini merupakan salah satu hadist tentang anak yatim yang maksudnya adalah karena kedudukan beliau sebagai seorang nabi lebih tinggi dari orang lain, tetapi ‘penjaga’ anak yatim dan penjaga harta mereka akan berada berdekatan dengan beliau.
2. Sebaik-baik rumah kaum muslimin ialah rumah yang terdapat di dalamnya anak yatim yang diperlakukan (diasuh) dengan baik, dan seburuk-buruk rumah kaum muslimin ialah rumah yang di dalamnya terdapat anak yatim tapi ia diperlakukan dengan buruk. (HR. Ibnu Majah)
3. Aku dan seorang wanita yang pipinya kempot dan wajahnya pucat bersama-sama pada hari kiamat seperti ini (Nabi Saw menunjuk jari telunjuk dan jari tengah). Wanita itu ditinggal wafat suaminya dan tidak mau kawin lagi. Dia seorang yang berkedudukan terhormat dan cantik namun dia mengurung dirinya untuk menekuni asuhan anak-anaknya yang yatim sampai mereka kawin atau mereka wafat. (HR. Abu Dawud dan Ahmad
4. Harta-benda anak yatim tidak terkena zakat sampai dia baligh. (HR. Abu Ya’la dan Abu Hanifa
5. Tidak disebut lagi anak yatim bila sudah baligh. (HR. Abu Hanifah)
6. Demi yang mengutus aku dengan hak, Allah tidak akan menyiksa orang yang mengasihi dan menyayangi anak yatim, berbicara kepadanya dengan lembut dan mengasihi keyatiman serta kelemahannya, dan tidak bersikap angkuh dengan apa yang Allah anugerahkan kepadanya terhadap tetangganya. Demi yang mengutus aku dengan hak, Allah tidak akan menerima sedekah seorang yang mempunyai kerabat keluarga yang membutuhkan santunannya sedang sedekah itu diberikan kepada orang lain. Demi yang jiwaku dalam genggamanNya, ketahuilah, Allah tidak akan memandangnya (memperhatikannya) kelak pada hari kiamat. (HR. Ath-Thabrani)
7. Barangsiapa menjadi wali atas harta anak yatim hendaklah dikembangkan dan jangan dibiarkan harta itu susut karena dimakan sodaqoh (zakat). (HR. Al-Baihaqi)
Membantu dan menyayangi anak yatim sama saja membantu diri sendiri dari api neraka, sebab dalam al-Qur’an dan hadist tentang anak yatim telah dijelaskan siapa saja yang menyayangi anak yatim serta menjaganya maka ia akan mendapatkan surga. Amin.

Keseimbangan Hidup Di Dunia dan Akhirat


Mahluk yang Allah di ciptakan didunia ini berpasang-pasangan ada siang ada malam, ada bumi ada langit, ada matahari ada bulan ada insan laki-laki ada insan perempuan supaya mereka saling kenal mengenal, saling menyangi, mencintai, tolong menolong memberi, memberi manfaat untuk mencari keridhoaan Allah Swt. agar keseimbangan kehidupan seorang insan tercapai, dunia bahagia akhirat bahagia. diuraikan dalam hadist riwayat Ibnu Asakir tentang keseimbangan hidup didunia dan akhirat.
"Dari Anas ra, bahwasannya Rasulullah Saw. telah bersabda, "Bukanlah yang terbaik diantara kamu orang yang meninggalkan urusan dunianya karena (mengejar) urusan akhiratnya, dan bukan pula (orang yang terbaik) oarang yang menhinggalkan akhiratnya karena mengejar urusan dunianya, sehingga ia memperoleh kedua-duanya, karena dunia itu adalah (perantara) yang menyampaikan ke akhirat, dan janganlah kamu menjadi beban orang lai."
Hadist tersebut di atas menjelaskan tentang kehidupan manusia yang seharusnya, yaitu kehidupan yang berimbang, kehidupan dunia harus diperhatikan disamping kehidupan di akhirat. Islam tidak memandang baik terhadap orang yang hanya mengutamakan urusan dunia saja, tapi urusan akhirat dilupakan. Sebaliknya Islam juga tidak mengajarkan umat manusia untuk konsentrasi hanya pada urusan akhirat saja sehingga melupakan kehidupan dunia.

Dunia adalah sarana yang akan mengantarkan ke akhirat. manusia hidup didunia memerlukan harta benda untuk memenuhi hajatnya, manusia perlu makan, munum, pakaian, tempat tinggal, berkeluarga dan sebagainya, semua ini harus dicari dan diusahakan. Harta juga bisa digunakan untuk bekal beribadah kepada Allah Swt., karena dalam pelaksanaan ibadah itu sendiri tidak lepas dari harta. Contohnya sholat memerlukan penutup aurat (pakaian). ibadah haji perlu biaya yang cukup besar . dengan harta kita bisa membayar zakat, sadaqah, berkurban, menolong fakir miskin dan sebagainya.


Kehadiran kita di dunia ini jangan sampai menjadi beban orang lain. Maksudnya janganlah memberatkan dan menyulitkan orang lain. Dalam hubungan ini, umat Islam tidak boleh bermalas-malasan, apalagi malas bekerja untuk mencari nafkah , sehingga mengharapkan belas kasihan orang lain untuk menutupi keperluan hidup sehari-hari.


Dalam surat al-Qashash ayat 77, Allah mengingatkan: 

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhb3n9eC9ZU6JW72C8hhunYYbP4Ih4vI8Zb-yQii3vhoR8nV-j6oXqJTga8KsIWY5B-pWHYYDIxSONNN4UseRlo-MLgGQbAwDNFfhQh-VLYOTxK6B3-qSq0ZUhr5aKTilDH3VeDbCCtLKM/s1600/2-25-2011+10-43-39+AM.jpg


Kehidupan dunia dan akhirat bagaikan mata rantai yang tak terpisahkan, kehidupan dunia harus dinikmati sebagai rahmat Allah, dan dijadikan persiapan untuk menuju kehidupan yang hakiki yang penuh kebahagiaan, yaitu akhirat.
Lebih jauh lagi Nabi menegaskan yang artinya:
 
"Bekerjalah untuk kepentingan duniamu, seakan-akan kamu akan hidup selama-lamanya, dan bekerjalah untuk kepentingan akhiratmu seakan-akan kamu akan mati besok".
Tolong Menolong dalam Kebaikanhttps://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjfhk0lPj6uJoz-ny2SZdiGIcHRmtQwtA-q1KRMEamoyNfmx3Xq0Y77Zv5ZMw077uFD5IfX0RMO49vgI5QI3fP027s-G5IU4pacR8Ves_dle_awVl_XUSvCX0lHj5k5oyJamgoTK446jVw/s320/kerjasama1-300x211.jpg
Allah SWT berfirman di dalam Al Quran“…Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksa-Nya.” (Al Maidah: 2)

Saudaraku sekalian, ayat yang sangat indah ini merupakan penegasan perintah dari Allah SWT akan kewajiban tolong menolong dalam kebaikan dan takwa serta larangan untuk tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Mari kita muhasabah terkait dengan kandungan ayat ini. Tentu bagi kita yang beriman kepada Allah SWT akan langsung mengevaluasi diri. Apakah saya sudah benar-benar melaksanakan perintah Allah ini?atau malah mengingkarinya? Kita semua berlindung kepada Allah dari kejahatan-kejahatan diri kita. Dan memohon ampun, beristighfar atas maksiat yang kita lakukan di masa lalu, terlebih di bulan ramadhan dimana Allah SWT membuka pintu ampunan selebar-lebarnya.

Mari kita lanjutkan pembahasan tema ini.

Ada hal yang menarik dari firman Allah SWT yang disebutkan di awal yaitu bahwa redaksi seperti ayat ini “Dan tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan takwa” ternyata hanya tersebut sekali dalam Al-Qur’an, sehingga ayat ini harus difahami dalam konteks umum; umum dari segi sasarannya dan umum dari segi jenis kebaikan yang dituntutnya.

Sungguh sebuah pesan universal dari Islam yang merupakan karakter dan fitrah dasarnya sebagai Rahmatan lil Alamin.

Ibnu Katsir memahami makna umum ayat ini berdasarkan redaksinya tolong menolonglah kalian bahwa Allah swt memerintahkan semua hamba-Nya agar senantiasa tolong menolong dalam melakukan kebaikan-kebaikan yang termasuk kategori Al-Birr dan mencegah dari terjadinya kemungkaran sebagai realisasi dari takwa. Sebaliknya Allah swt melarang mendukung segala jenis perbuatan batil yang melahirkan dosa dan permusuhan.
Selanjutnya Ibnu Katsir mengetengahkan dua hadits untuk memperkuat dan menjelaskan ayat ini, yaitu:

Pertama, hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad yang berbunyi, “Seorang mukmin yang bergaul dengan manusia dan bersabar atas perlakuan mereka adalah lebih baik dan besar pahalanya daripada mukmin yang tidak bergaul dengan manusia dan tidak bersabar atas perilaku mereka” (Imam Ahmad).

Kedua, hadits yang menyebutkan tentang perintah menolong siapapun, baik yang terzhalimi maupun yang menzhalimi. Rasulullah saw bersabda, “Tolonglah saudaramu yang menzhalimi dan yang terzhalimi”. Maka para sahabat bertanya, “Menolong yang terzhalimi memang kami lakukan, tapi bagaimana menolong orang yang berbuat zhalim?”. Rasulullah menjawab, “Mencegahnya dari terus menerus melakukan kezhaliman itu berarti engkau telah menolongnya”. (Bukhari dan Ahmad).

Bentuk ta’awun secara aplikatif, dijabarkan oleh Al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya. Beliau menyebutkan sebagai contoh misalnya beberapa bentuk ta’awun yang bisa dilakukan berdasarkan ayat ini, diantaranya: seorang alim membantu manusia dengan ilmunya, seorang yang kaya membantu orang lain dengan hartanya, seorang yang berani membantu dengan keberaniannya berjuang di jalan Allah swt dan begitu seterusnya. Masing-masing membantu orang lain sesuai dengan kapasitas dan kemampuan yang dimilikinya.

Inilah puncak dari akhlak yang mulia yang dikehendaki melalui ayat ini.

Sayyid Quthb menyebutkan bahwa akhlak ayat ini merupakan puncak dari pengendalian diri dan lapang dada seorang muslim terhadap saudaranya dan terhadap siapapun.
anything in my mind :)

Wednesday, August 26, 2009

Tolong Menolong dalam Kebaikan

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjfhk0lPj6uJoz-ny2SZdiGIcHRmtQwtA-q1KRMEamoyNfmx3Xq0Y77Zv5ZMw077uFD5IfX0RMO49vgI5QI3fP027s-G5IU4pacR8Ves_dle_awVl_XUSvCX0lHj5k5oyJamgoTK446jVw/s320/kerjasama1-300x211.jpg
Allah SWT berfirman di dalam Al Quran“…Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksa-Nya.” (Al Maidah: 2)

Saudaraku sekalian, ayat yang sangat indah ini merupakan penegasan perintah dari Allah SWT akan kewajiban tolong menolong dalam kebaikan dan takwa serta larangan untuk tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Mari kita muhasabah terkait dengan kandungan ayat ini. Tentu bagi kita yang beriman kepada Allah SWT akan langsung mengevaluasi diri. Apakah saya sudah benar-benar melaksanakan perintah Allah ini?atau malah mengingkarinya? Kita semua berlindung kepada Allah dari kejahatan-kejahatan diri kita. Dan memohon ampun, beristighfar atas maksiat yang kita lakukan di masa lalu, terlebih di bulan ramadhan dimana Allah SWT membuka pintu ampunan selebar-lebarnya.

Mari kita lanjutkan pembahasan tema ini.

Ada hal yang menarik dari firman Allah SWT yang disebutkan di awal yaitu bahwa redaksi seperti ayat ini “Dan tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan takwa” ternyata hanya tersebut sekali dalam Al-Qur’an, sehingga ayat ini harus difahami dalam konteks umum; umum dari segi sasarannya dan umum dari segi jenis kebaikan yang dituntutnya.

Sungguh sebuah pesan universal dari Islam yang merupakan karakter dan fitrah dasarnya sebagai Rahmatan lil Alamin.

Ibnu Katsir memahami makna umum ayat ini berdasarkan redaksinya tolong menolonglah kalian bahwa Allah swt memerintahkan semua hamba-Nya agar senantiasa tolong menolong dalam melakukan kebaikan-kebaikan yang termasuk kategori Al-Birr dan mencegah dari terjadinya kemungkaran sebagai realisasi dari takwa. Sebaliknya Allah swt melarang mendukung segala jenis perbuatan batil yang melahirkan dosa dan permusuhan.

Selanjutnya Ibnu Katsir mengetengahkan dua hadits untuk memperkuat dan menjelaskan ayat ini, yaitu:

Pertama, hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad yang berbunyi, “Seorang mukmin yang bergaul dengan manusia dan bersabar atas perlakuan mereka adalah lebih baik dan besar pahalanya daripada mukmin yang tidak bergaul dengan manusia dan tidak bersabar atas perilaku mereka” (Imam Ahmad).

Kedua, hadits yang menyebutkan tentang perintah menolong siapapun, baik yang terzhalimi maupun yang menzhalimi. Rasulullah saw bersabda, “Tolonglah saudaramu yang menzhalimi dan yang terzhalimi”. Maka para sahabat bertanya, “Menolong yang terzhalimi memang kami lakukan, tapi bagaimana menolong orang yang berbuat zhalim?”. Rasulullah menjawab, “Mencegahnya dari terus menerus melakukan kezhaliman itu berarti engkau telah menolongnya”. (Bukhari dan Ahmad).

Bentuk ta’awun secara aplikatif, dijabarkan oleh Al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya. Beliau menyebutkan sebagai contoh misalnya beberapa bentuk ta’awun yang bisa dilakukan berdasarkan ayat ini, diantaranya: seorang alim membantu manusia dengan ilmunya, seorang yang kaya membantu orang lain dengan hartanya, seorang yang berani membantu dengan keberaniannya berjuang di jalan Allah swt dan begitu seterusnya. Masing-masing membantu orang lain sesuai dengan kapasitas dan kemampuan yang dimilikinya.

Inilah puncak dari akhlak yang mulia yang dikehendaki melalui ayat ini.

Sayyid Quthb menyebutkan bahwa akhlak ayat ini merupakan puncak dari pengendalian diri dan lapang dada seorang muslim terhadap saudaranya dan terhadap siapapun.

Sejarah membuktikan bahwa pola pembinaan Rasulullah mampu menghantarkan orang Arab berakhlak dengan akhlak ini, padahal sebelumnya yang menjadi kebiasaan mereka justru tolong menolong dan kerjasama dalam kebatilan, kemaksiatan dan permusuhan antar sesama atas nama “ashabiyah (fanatisme)”.

Belajar dari para shahabat ra.

Sekarang Rasulullah SAW bermusyawarah dengan kedua sahabatnya yaitu Abu Bakar dan Umar ra. Yang menjadi pokok pikirannya adalah menyusun barisan kaum Muslimin serta mempererat persatuan mereka, untuk menghilangkan segala bayangan yang akan membangkitkan api permusuhan lama diantara mereka. Agar tujuan ini tercapainya maka Rasul saw mengajak kaum Muslimin agar masing-masing bersaudara berdua-dua. Rasul SAW bersaudara dengan Ali bin Abi Thalib. Pamannya Hamzah bersaudara dengan Zaid bekas budaknya. Abu Bakar bersaudara dengan Kharija bin Zaid, Umar ibnu Khattab bersaudara dengan ‘Itban bin Malik al-Khazraji.

Begitu pula setiap muslim dari kaum Muhajirin yang jumlahnya sudah banyak di Yatsrib, yang tadinya tinggal di kota Makkah menyusul ke Madinah setelah Rasul SAW hijrah. Mereka dipersaudarakan pula dengan setiap muslim dari kaum Anshar, yang oleh Rasul kemudian dibuatkan untuk mereka hukum saudara sedarah senasib. Dengan persaudaraan seperti ini ukhuwah diantara kaum Muslimin bertambah erat dan kokoh.

Kaum Anshar memperlihatkan sikap ramah yang luarbiasa terhadap saudara-saudara mereka kaum Muhajirin ini. Abdur-Rahman bin ‘Auf yang sudah bersaudara dengan Sa’ad bin Rabi’ ketika di Yatsrib beliau sudah tidak punya apa-apa lagi. Ketika Sa’ad menawarkan hartanya untuk dibagi dua, Abdur-Rahman menolaknya. Beliau hanya minta tolong ditunjukkan jalan ke pasar. Dan di sanalah ia mulai berdagang mentega dan keju. Dalam waktu yang tidak begitu lama, dengan keahliannya berdagang beliau telah mencapai kekayaannya kembali.
Selain beliau, kaum Muhajirin lainnya banyak pula yang telah melakukan hal serupa.


Tolong menolong implikasi dari ukhuwah islamiyah
Secara harfiyah ukhuwah memiliki arti persamaan, yang dalam bahasa Indonesia sering diartikan dengan“persaudaraan”. Hal ini karena orang-orang yang bersaudara biasanya memiliki persamaan-persamaan,baik persamaan secara fisik seperti kemiripan wajah karena berasal dari rahim ibu yang sama, atau persamaan sifat.

Dalam konteks keimanan yang sudah dimiliki, orang-orang yang beriman memiliki sifat-sifat yang sama untuk terikat pada nilai-nilai yang datang dari Allah SWT. Karena itu, bila seseorang sudah mengaku beriman tapi tidak ada bukti persaudaraannya, maka kita perlu mempertanyakan apakah ia masih punya iman atau tidak. Hal ini karena antara iman dengan ukhuwah merupakan sesuatu yang tidak bisa dipisahkan, Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya mukmin itu bersaudara….” (Q.S. Al-Hujuraat:10).

Ukhuwah Islamiyah bukanlah kalimat yang hanya manis di lidah atau sekadar menjadi khayalan tanpa bukti. Karena itu, ukhuwah Islamiyah harus diimplementasikan atau dibuktikan dalam kehidupan nyata. Implementasi ukhuwah dapat kita ukur menurut syarat dan adabnya.
Syarat dalam ukhuwah Islamiyah adalah iman atau aqidah. Ini berarti, ada nilai-nilai iman yang harus dibuktikan dalam kehidupan nyata dalam konteks ukhuwah. Dr. Abdul Halim Mahmud dalam buku Fiqh Ukhuwah mengemukakan implementasi ukhuwah menurut syaratnya yang salah satunya adalah Kaum Muslimin harus saling tolong-menolong dalam kebaikan dan taqwa, yakni segala yang bisa membuat kemaslahatan dan kebaikan umat manusia.
”Hendaklah kamu tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan, dan janganlah saling membantu dalam perbuatan dosa dan permusuhan. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras dalam hukuman-Nya.”

 Melalui ayat ini Allah swt. menyuruh umat manusia untuk saling membantu, tolong menolong dalam mengerjakan kabaikan/kebajikan dan ketaqwaan. Sebaliknya Allah melarang kita untuk saling menolong dalam melakukan perbuatan dosa dan pelanggaran.

Sebagai makhluk sosial, manusia tak bisa hidup sendirian. Meski segalanya ia miliki: harta benda yang berlimpah sehingga setiap apa yang ia mau dengan mudah  dapat terpenuhi, tetapi jika ia hidup sendirian tanpa orang lain yang menemani tentu akan kesepian pula. Kebahagiaan pun mungkin tak pernah ia rasakan.

Lihat saja betapa merananya (nabi) Adam ketika tinggal di surga. Segala kebutuhan yang ia perlukan disediakan oleh Tuhan. Apa yang ia mau, saat itu juga dapat dinikmatinya. Tetapi lantaran ia tinggal sendirian di sana , ia merasa kesepian. Segala yang di sediakan oleh Sang Pencipta bak terasa hampa menikmatinya.

Dalam kesendirian yang diselimuti rasa kesepian itu Adam berdo’a pada Tuhan agar diberikan seorang teman. Allah pun mengabulkannya. Maka sebagaimana diceritakan dalam al-Qur’an, Allah pun menciptakan Hawa (Eva dalam Al-Kitab) untuk menemani Adam.

Sebagai makhluk social pula manusia membutuhkan orang lain. Tak hanya sebagai teman dalam kesendirian, tetapi juga partner dalam melakukan sesuatu. Entah itu aktivitas ekonomi, social, budaya, politik maupun amal perbuatan yang terkait dengan ibadah kepada Tuhan. Di sinilah tercipta hubungan untuk saling tolong menolong antara manusia satu dengan yang lainnya.

2 komentar:

  1. Lucky Club - Lucky Club Live - Live Casino.net
    Lucky Club offers everything you need to be a member of the Lucky Club family, live casino and bingo. Get your tips and predictions to help luckyclub you win big.

    BalasHapus
  2. Casino - Best Bet in Pennsylvania 2021 - Mapyro
    We found 충청북도 출장마사지 the top five gambling sites for our 2021-22 동해 출장샵 Pennsylvania bonus. Play 제천 출장샵 the games and win! See 포천 출장안마 where to 서귀포 출장안마 play now!

    BalasHapus